Daerah  

Benarkah Leter C, Petuk, Girik, Pipil Tidak Berlaku Lagi? Ini Penjelasan BPN Kota Depok

Kepala BPN Kota Depok Indra Gunawan bersama Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran, Dindin Saripudin saat menghadiri International Meeting on Best Practices of Ulayat Land Registration in Indonesia and ASEAN Countries yang berlangsung di Bandung, Jawa Barat, 4-7 September 2024. (Foto BPN Kota Depok)

Benarkah Leter C, Petuk, Girik, Pipil Tidak Berlaku Lagi? Ini Penjelasan BPN Kota Depok

DEPOK, Sinarpagibaru.com – Dokumen-dokumen Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir, Verponding Indonesia pada tahun 2026 tidak akan berlaku lagi sebagai bukti kepemilikan tanah? Rumor ini muncul ke publik.

Menjawab isu yang berkembang, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok memberikan penjelasan detail terkait rumor yang berkembang tersebut.

Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran, BPN Kota Depok, Dindin Saripudin mengatakan, Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir, Verponding Indonesia, bukti tertulis tanah bekas milik adat dinyatakan tidak berlaku dan tidak dapat digunakan sebagai alat pembuktian hak atas tanah hanya sebagai petunjuk dalam rangka pendaftaran tanah.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

“Pada pasal 96 dijelaskan. Intinya bukti tanah adat dinyatakan tidak berlaku sebagai alat pembuktian, dan hanya sebagai petunjuk dalam pendaftaran tanah,” jelas Dindin Saripudin, Rabu 11 Oktober 2024.

Lebih detail lagi masyarakat dapat membaca Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN RI Nomor 16 tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Di dalam Pasal 76 A ayat 1 disebutkan, sambung Dindin, Alat bukti tertulis tanah bekas milik adat yang dimiliki oleh perseorangan berupa Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir, Verponding Indonesia dan alat bukti bekas hak milik adat lainnya dengan nama atau istilah lain dinyatakan tidak berlaku setelah lima tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

Baca Juga :  Sinergi dalam Reforma Agraria, Upaya Kementerian ATR/BPN Wujudkan Kesejahteraan Rakyat

“Namun demikian, status tanah milik adat, tetap bisa didaftarkan melalui mekanisme pengakuan hak dengan melengkapi persyaratan sesuai pasal 76 A ayat 4 Permen ATR/BPN Nomor 16 tahun 2021,” jelas Dindin Saripudin.

Terpisah, Kepala BPN Kota Depok Indra Gunawan mengatakan, kebijakan pemerintah dengan tidak memberlakukan lagi Leter C, maupun petuk, Kikitir bisa saja dilakukan secepatnya.

“Maka segera tingkatkan ke Sertifikat Hak Milik (SHM). Itu saja kuncinya,” jelas Indra Gunawan kepada wartawan.

“Apa pun bentuknya, semua tergantung kebijakan pemerintah. Tapi yakinlah jika itu berlaku, tentu hal ini sebagai upaya melindungi aset masyarakat dari cengkeraman mafia tanah,” jelasnya.

Selama ini, sambung Indra Gunawan, kebijakan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang akan diakui sebagai bukti kepemilikan yang sah sudah sejak lahirnya Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Hal ini juga diperkuat dalam Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda yang berkaitan dengan tanah.

Ketentuan tersebut juga tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

“Artinya, sertifikat tanah merupakan surat tanda bukti hak yang berfungsi sebagai alat bukti otentik,” tegas Indra Gunawan.

Baca Juga :  Menteri ATR/BPN Imbau Masyarakat untuk Tidak Mengalihfungsikan Lahan Sawah

Sementara, pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi pengukuran, perpetaan, pembukuan tanah, dan pendaftaran hak-hak atas tanah.

“Pertanyaannya, mengapa BPN Kota Depok mendorong masyarakat harus segera meningkatkan ke SHM? Ini wujud intervensi mengamankan dan melindungi hak tanah rakyat yang sah dan berkekuatan hukum,” jelasnya.

Dari sejumlah kasus yang muncul, lanjut Indra, banyak perkara di pengadilan akibat masyarakat abai terhadap aset yang dimiliki.

Kondisi ini, ditambah lagi dengan ulah oknum yang pintar dalam menduplikasi sertifikat, Leter C maupun dokumen lainnya. Sehingga, aset masyarakat bisa menjadi tidak aman jika tidak segera ditingkatkan ke SHM.

Ditambahkan Indra Gunawan, saat ini Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN sudah menerapkan sertifikat elektronik sebagai upaya mengamankan aset milik masyarakat.

Sertifikat elektronik ini diharapkan dapat mengurangi risiko pemalsuan dan meningkatkan keamanan kepemilikan tanah.

“Sekali lagi, kami mengimbau kepada masyarakat, segera tingkatkan status dokumen kepemilikan tanah ke sertifikat,” jelas Indra Gunawan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *