Internasional, Sinarpagibaru.com-Konfederasi Serikat Buruh Internasional (ITUC) mengutuk keras terkait meningkatnya kekerasan yang terjadi Republik Demokratik Kongo, khususnya di dan sekitar Goma. Akibat konflik bersenjata tersebut, menimbulkan penderitaan besar terhadap warga sipil dan pekerja.
Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, terdapat 700.000 orang meninggalkan wilayah ini dan mengungsi ke daerah yang aman. Sementara kelompok bersenjata terus melakukan penjarahan, pemerasan, dan kekerasan seksual. Kemudian, persediaan makanan sangat minim diterima pengungsi. Mirisnya, pemadaman listrik dan air memperburuk krisis dan terblokirnya rute transportasi telah menyebabkan ribuan orang terlantar.
Begitu juga, pelayanan rumah sakit juga kewalahan. Dokter dan perawat berjuang untuk merawat lebih dari 2.000 cedera sejak Januari 2025, di tengah kekurangan pasokan medis. Serta ancaman risiko wabah kolera, campak, dan mpox masih mengancam masyarakat sipil dan tenaga medis.
Luc Triangle Sekretaris Jenderal ITUC mendesak agar segera menghentikan konflik militer yang sedang terjadi. Dan pihak yang bertikai gencatan senjata dan memberikan perlindungan semua warga sipil. Khususnya para pekerja dan keluarga mereka yang sudah menghadapi kondisi yang mengerikan.
“Kita harus berdamai, karena tanpanya tidak akan ada keadilan sosial, tidak ada pekerjaan, tidak ada hak,” ucap dalam keterangan tertulis, beberapa waktu lalu.
Intinya, ITUC mendesak agar segera menghentikan dukungan dari mana pun asalnya bagi banyak kelompok bersenjata dan, untuk memungkinkan dimulainya kembali dialog. Termasuk pasukan Rwanda harus mundur dari wilayah Republik Demokratik Kongo sesuai dengan hukum internasional.
“Kekerasan ini telah berdampak secara tidak proporsional pada perempuan dan anak-anak, sehingga banyak dari mereka terpaksa mengungsi atau menghadapi eksploitasi. Akses kemanusiaan yang aman harus dipastikan, dan hukum internasional harus ditegakkan,” ujarnya.
Ia menceritakan, bahwa penderitaan di Kongo bagian timur tidak dapat ditoleransi, dan masyarakat internasional tidak dapat tinggal diam saat nyawa melayang, keluarga terpecah belah. Serta hak-hak pekerja dilanggar. Penghentian permusuhan segera sangat penting. Tidak ada solusi militer untuk konflik ini.
Selain itu, ITUC menghimbau semua pihak dalam konflik ini untuk melanjutkan dialog melalui saluran yang ada. Seperti Proses Luanda, untuk mengupayakan solusi politik yang langgeng bagi situasi yang terus berulang ini.
“Gerakan serikat buruh global menunjukkan solidaritas dengan para pekerja dan masyarakat yang terdampak. Kami berkomitmen penuh terhadap perdamaian, keadilan, dan hak-hak pekerja di Republik Demokratik Kongo dan sekitarnya,” pungkasnya.
ITUC menilai, konflik tersebut berdampak serius pada gerakan buruh, dengan hilangnya pekerjaan secara meluas, kerusakan tempat kerja. Dan yang lebih mengkhawatirkan, banyak anak-anak dibawah umur yang direkrut masuk kelompok bersenjata. Serikat pekerja dan pekerja harus dilindungi dan diikutsertakan dalam negosiasi perdamaian dan upaya pemulihan pasca konflik.
Sementara itu, eksploitasi sumber daya mineral di Republik Demokratik Kongo yang melimpah terus memicu konflik. Regulasi rantai pasokan global yang lebih ketat sangat dibutuhkan untuk mencegah perusahaan multinasional mengambil untung dari mineral konflik dengan mengorbankan pekerja dan masyarakat Kongo.
“PBB harus memperkuat mandat MONUSCO (Misi Stabilisasi Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Republik Demokratik Kongo) untuk memastikan perlindungan warga sipil dan mengatasi pelanggaran yang terjadi. Masyarakat internasional harus meminta pertanggungjawaban para pelanggar hak asasi manusia dan mengintensifkan upaya diplomatik untuk meredakan ketegangan,” tandasnya. (AH)
Tinggalkan Balasan