Hukrim  

Ajukan Gugatan di MK, KSBSI Resmi Judicial Review UU No 16 Tahun 2016 Tentang Tapera

Tim pemohon kuasa hukum KSBSI, Harris Manalu, S.H., Saut Pangaribuan, S.H., M.H., Parulian Sianturi, S.H., Haris Isbandi, S.H., saat melakukan judicial review UU No 4 Tahun 2016 Tentang Tapera di Mahkamah Konstitusi (Photo: Andreas)

Jakarta, Sinarpagibaru.com-Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), hari ini resmi melakukan judicial review atau permohonan pengujian materiil Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) Terhadap UUD 1945 dalam perkara Nomor 96/PU-XXII/2024, di ruang Sidang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2024).

Dalam persidangan ini, Elly Rosita Silaban Presiden KSBSI dan Dedi Hardianto Sekretaris Jeenderal (Sekjen) KSBSI sebagai prinsipal.

Sementara itu, sebagai pemohon kuasa hukum Harris Manalu, S.H., Saut Pangaribuan, S.H., M.H., Parulian Sianturi, S.H., Abdullah Sani, S.H., Haris Isbandi, S.H. Irwan Ranto Bakkara, S.H., Berliando Yulihardis S, S.H., Oberlin Sinaga, S.H., Tahan Simangalango, S.H. Dalam persidangan yang berlangsung hari ini, kuasa hukum dihadiri Harris Manalu, S.H., Saut Pangaribuan, S.H., M.H., Parulian Sianturi, S.H., dan  Haris Isbandi, S.H. Dan Hakim yang memimpin hakim persidangan adalah  Dr. Suhartoyo, S.H., M.H (Ketua MK), Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H., (Anggota MK) dan Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H., M.H (Anggota MK).

Dalm persidangan tersebut, Harris Manalu mengatakan, sebagai perwakilan kuasa hukum dia mengatakan ada 7 poin yang akan diajukan subjek pemohon gugatan pengujian materiil UU Nomor 4 Tahun 2016 Tapera.  Diantaranya: 1. Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi: (dianggap dibacakan) 2. Pasal 9 ayat (1) yang berbunyi: (dianggap dibacakan); 3. Pasal 9 ayat (2) yang berbunyi: (dianggap dibacakan); 4. Pasal 16 yang berbunyi: (dianggap dibacakan); 5. Pasal 17 ayat (1) yang berbunyi: (dianggap dibacakan); 6. Pasal 54 ayat (1) yang berbunyi: (dianggap dibacakan); 7. Pasal 72 ayat (1) UU 4/2016 yang berbunyi: (dianggap dibacakan).

Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang menjadi dasar konstitusi pengujian atau batu uji:

  1. Pasal 28D ayat (2) yang berbunyi: (dianggap dibacakan);
  2. Pasal 281 ayat (2) yang berbunyi: (dianggap dibacakan);
  3. Pasal 34 ayat (1) yang berbunyi: (dianggap dibacakan);
Baca Juga :  Putusan MK Dibegal, Boyke Simanjuntak: Perlawanan Rakyat Tetap Menyala Melawan Kejahatan Demokrasi

Kemudian, Harris menyampaikan, karena permohonan ini adalah permohonan pengujian konstitusionalitas suatu UU, dalam hal ini UU Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tapera, maka menurut Pemohon, berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Sehingga, MKRI berwenang memeriksa, mengadili dan memutus permohonan a quo;

Kedudukan Hukum Pemohon

  1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU 24/2003 jo. Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 dinyatakan bahwa Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yaitu: a, b, c. dan d dianggap dibacakan;
  2. Bahwa Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU 24/2003 menyatakan, “Yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam UUD 1945
  3. Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan putusan-putusan berikutnya Mahkamah Konstitusi telah menentukan 5 syarat mengenai kerugian konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU No 24/2003, yakni a, b, c, d, dan e dianggap dibacakan;
  4. Bahwa Pemohon adalah organisasi serikat buruh berbentuk konfederasi sebagai badan hukum privat yang berdasarkan ketentuan Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 Anggaran Dasar Pemohon, keberadaan Pemohon bertujuan, berfungsi dan berupaya untuk, antara lain: a. menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi buruh untuk memperoleh perlindungan hukum, kondisi kerja, hidup, dan upah yang layak; b, c, d, dan e dianggap dibacakan;
  5. Bahwa merujuk UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) yang menyatakan, dianggap dibacakan, dan Pasal 28C ayat (2) yang menyatakan, dianggap dibacakan maka dapat disimpulkan Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja/buruh (anggota Pemohon) untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak bagi kemanusiaan dalam hubungan kerja; hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil; hak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif; dan hak untuk tidak dibebani dari yang seharusnya menjadi beban pemerintah.
Baca Juga :  Panitia PPDB SMAN 3 Depok Bubar, LSM Rumah Pantau Indonesia Temukan Ketidakwajaran Jumlah Siswa Baru

Alasan Permohonan                           

Bahwa Pemohon mengajukan 9 alasan untuk menyatakan UU 4/2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, yaitu:

  1. Upah pekerja/buruh belum mencapai kebutuhan hidup layak, karena upah masih kecil;
  2. Pekerja/buruh dan pengusaha telah diwajibkan membayar iuran jaminan sosial yang cukup besar;
  3. Program Tapera tumpang tindih dengan program BPJS Ketenagakerjaan;
  4. Pekerja/buruh formal dan pekerja/buruh mandiri (informal) telah banyak memiliki rumah dengan cara mencicil setiap bulan kepada bank pemberi kredit untuk sekian puluh tahun kedepan;
  5. Hubungan kerja PKWT yang sangat berpotensi setiap 3 bulan atau 6 bulan atau 12 bulan pekerja/buruh mengalami PHK;
  6. PHK merajalela akibat perusahaan banyak tutup dan terseok-seok, dan pemudahan PHK dalam UU Cipta Kerja.

Berdasarkan alasan dan fakta dan bukti yang sudah disampaikan, pihak pemohon kuasa hukum dari prinsipal memohon kepad Yang  Mulia Majelis Hakim MKRI agar berkenan memberi keputusan, sebagai berikut:

  1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya
  2. Menyatakan UU Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tapera (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2016 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5863) bertentangan dengan UUD 1945 Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
  3. Memerintahkan pemuatan pemutusan dalam berita Negara Repubik Indonesia sebagaimana semestinya. (AH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *