Jakarta,Sinarpagibaru.com-Dewan Pengurus Nasional (DPN) Batak Center mengirimkan surat keprihatinan terhadap kondisi sosial masyarakat yang terjadi di tanah Batak sekarang ini. Pasalnya, ditengah kemajuan teknologi digitalisasi sekarang ini berdampak dalam kehidupan masyarakat. Muncul beberapa dampak negatif, antara lain berupa patologi sosial, dekadensi moral, maraknya judi online, tingginya angka pelacuran, merebaknya kasus ruda paksa. Banyak generasi muda terpapar narkoba dan tingkat kriminalitas tinggi.

Sintong M. Tampubolon Ketua Umum DPN Batak Center mengatakan pergeseran sosial sekarang ini sedang terjadi di Kawasan Danau Toba akibat dampak negatif perkembangan teknologi. Gaya hidup modernisasi telah melemahkan ikatan komunitas gerejawi, gaya hidup serba instan, terpaku pada gadget, dan tekanan sosial lainnya. Diduga ada banyak anggapan bahwa sukses secara material dapat mengaburkan fokus pada Tuhan dan kehidupan rohani.

“Dampak Media sosial, meskipun memberikan platform untuk berbagi iman, juga dapat menjerumuskan umat ke dalam konsumsi konten yang merusak nilai-nilai kekristenan,” ucapnya dalam acara konferensi pers yang dilakukan DPN Batak Center, di Kelurahan Petojo Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2024).

Kemudian, Sintong menyinggung masalah jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Sumatera Utara masih cukup tinggi pada 2021-2024. Peristiwa kejahatan dan pelanggaran yang dilaporkan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara masih cukup tinggi pada tahun 2020-2023 (Data Badan Pusat Statistik, 2023).

Masalah stunting akibat kemiskinan juga masih banyak terjadi di Tanah Batak. Hal ini disebabkan, karena asupan gizi yang buruk, kondisi sosioekonomi keluarga, ibu dengan tingkat pendidikan rendah. Cara pemberian makan yang salah, berkali-kali terserang penyakit infeksi, bayi lahir prematur. Serta berat badan lahir rendah. Kondisi tidak terpenuhinya asupan gizi anak ini biasanya tidak hanya terjadi setelah bayi lahir, melainkan bisa dimulai sejak bayi masih didalam kandungan.

Selain itu, warga gereja di Kawasan Danau Toba sekarang ini sering terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga. Lalu menurunnya solidaritas sosial dan budaya gotong royong yang selama in menjadi kekuatan masyarakat Batak. Termasuk kemerosotan moral, etika, adab, dan adat di tengah-tengah masyarakat.

Fakta bahwa kejahatan seksual pada anak di Kawasan Danau Toba juga semakin marak terjadi yang dilakukan oleh keluarga terdekat, termasuk orang tua kandung, kakek dan pamannya sendiri. Kondisi ini tentu sangat memalukan, mengingat Kawasan Danau Toba wilayah yang kental dengan nilai-nilai luhur habatakon dan agamawi.

“Kejahatan seksual yang dialami anak akan berdampak sangat buruk bagi anak di sepanjang hidupnya dan tentu melanggar hak asasi manusia (HAM). Keluarga, gereja dan negara akan kehilangan generasi penerus yang cerdas, sehat, yang berkualitas baik fisik, mental, dan spritualitasnya,” ungkapnya.

Menyikapi keprihatinan tersebut, DPN Batak Center melayangkan surat ke pimpinan Sinode Gereja, khususnya di Sumatera Utara dan salah satunya ditujukan ke Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Adapun usulan surat yang disampaikan, diantaranya:

  1. Menganjurkan agar gereja-gereja lintas denominasi bekerja sama dan bekerja bersama-sama/ berkolaborasi mencari-temukan akar masalahnya dan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Perlu aksi bersama untuk segera mengatasi berbagai patologi sosial di tengah-tengah masyarakat, khususnya bagi warga gereja serta menggalakkan partisipasi kaum awam dalam pelayanan diakonia sosial. Tidak waktunya lagi “pastor/pendeta/gembala oriented”, namun keterlibatan awam mesti lebih ditingkatkan. Peningkatan kualitas pendidikan, pelayanan kesehatan dan kesetiakawanan sosial serta menumbuhkembangkan semangat dan dukungan gereja-gereja dalam peningkatan kualitas hidup jemaat mesti mendapat perhatian yang lebih serius. Jangan lagi gereja-gereja terkesan “tidak mau tahu” apa yang menjadi persoalan warga gereja termasuk dalam hal sosioekonominya. Perlu dilakukan pemberdayaan ekonomi lokal dengan pengembangan UMKM dan produk lokal, di mana masyarakat sekitar Kawasan Danau Toba dapat memanfaatkan potensi produk-produk lokal seperti kerajinan tangan, hasil pertanian organik, serta kuliner khas untuk mendongkrak ekonomi. Penguatan pertanian berkelanjutan perlu diarahkan ke pertanian organik dan ramah lingkungan, agar tidak merusak ekosistem sekitar Danau Toba.
  1. Melakukan upaya preventif dan edukatif bagi warga gereja khususnya generasi muda agar memiliki sikap waspada dan menghidupi Firman Tuhan dalam hidup dan kehidupannya sehari-hari. Mereka bersikap dan berperilaku yang menjauhi masalah-masalah yang jahat dengan berbagai macam ragamnya yang tidak saja merugikan diri sendiri dan keluarga, juga masyarakat, gereja, bangso Batak dan bangsa Indonesia.
  2. Mengharapkan para pejabat dan pelayan gerejawi pada semua aras menyadari dan melaksanakan peran dan tugasnya dengan hati dalam panggilan masing-masing untuk menggembalakan dan menjaga iman percaya masing-masing warga gereja serta memelihara dan melaksanakan nilai-nilai luhur kekristenan di kalangan warga gereja. Janganlah wibawa gereja menjadi menurun (bahkan ambruk) karena ketiadaan teladan di gereja-gereja dan masyarakat. Kiranya gereja sungguh-sungguh dengan pengajaran Firman Tuhan yang konsisten dan menampak-nyata dan berfungsi-tindak dalam relevansinya bagi kehidupan bersama. Selain itu peran pimpinan gereja mesti tampak dalam keteladanannya mendorong penerapan nilai-nilai kekristenan seperti kasih, keadilan, dan pengampunan bagi warga gereja serta memperkuat iman warga di tengah-tengah tantangan hidup modern. Para fungsionaris gereja mesti turut serta menterjemahkan nilai-nilai luhur habatakon sejauh tidak berseberangan dengan nilai-nilai kristiani. Pembinaan rohani yang terus-menerus membantu dan menopang warga gereja untuk tumbuh dan berkembang memahami Firman Tuhan lebih dalam, membangun kehidupan doa yang kuat, penyuluhan tentang tantangan zaman modern, dan penguatan sosialisasi serta pemahaman tentang aturan dan kebijakan gereja kepada warga gereja. Janganlah aturan dan peraturan serta ketentuan gerejawi lainnya hanya dibahas dalam sinode/rapat pendeta tanpa sosialisasi yang serius kepada warga gereja, tentu tanpa terkecuali.
  3. Kiranya gereja bersikap tegas terhadap kejahatan seksual pada anak. Kiranya gereja berdiri sebagaimpembela dan pelindung bagi anak-anak sebagaimana Yesus Kristus membela, dan melindungi anakanak. Demikian juga kepedulian pada perempuan dapat dilakukan dengan memberikan ruang bagi mereka untuk berperan aktif, menyediakan program khusus yang mendukung kebutuhan mereka. Serta mengedukasi jemaat tentang kesetaraan gender dan penghargaan terhadap kontribusi perempuan dalam kehidupan gereja. Kami juga sangat mengharapkan gereja secara proaktif melakukan upaya-upaya perlindungan anak dan penguatan keluarga sebab keluarga adalah lembaga pendidikan utama dan pertama termasuk dalam PAK/PWG (Pendidikan Agama Kristen/ Pembinaan Warga Gereja).Pengajaran anak-anak (Sekolah Minggu) dan remaja perlu diprioritaskan dalam memperkuat nilai-nilai kekristenan. Mengajarkan dalam konteks kesadaran akan tubuh mereka (body awareness), pentingnya menghargai batasan pribadi (boundaries), berani mengatakan “tidak” serta bersedia melaporkan kejadian yang mencurigakan, termasuk perbedaan sentuhan baik dan buruk (good touch vs bad touch), mengajarkan rasa percaya diri dan harga diri, dan sungguh-sungguh mempercayai akan peran dan kuasa Tuhan dalam melindungi anak-anak.
  4. Menganjurkan agar dalam semangat kerjasama dengan Pemerintah, lembaga-lembaga keagamaan dan masyarakat umum lainnya, menyegarkan pemahaman tentang keadilan dan kebenaran, keutuhan ciptaan, dan perdamaian (KCKP) dan merealisasikannya dengan spirit ekumenisme inklusif serta mewujud nyatakan pergumulan tersebut dalam tugas panggilan gereja dan kemanusiaan. Maka perlu dilakukan peningkatan kapasitas masyarakat dengan edukasi lingkungan dan pemberdayaan pemuda untuk meningkatkan kesadaran dan kapasitas masyarakat, tentang pentingnya menjaga lingkungan dan memanfaatkan potensi lokal secara bijak. Untuk mendukung upaya tersebut, gereja-gerja melakukan kolaborasi dengan pemerintah dan sektor swasta dalam pengelolaan terpadu Kawasan Danau Toba secara holistik, berkelanjutan dan kebijakan pengelolaan yang adil dan pro-lingkungan.
  5. Para pejabat gerejawi pada semua aras (dengan berbagai sebutan) menyadari dirinya menjadi/selaku teladan dalam hidup dan iman serta harus menjadi contoh/teladan nyata bagi warga gereja dalam menjalani hidup dan kehidupannya agar sesuai dengan ajaran Kristus, antara lain dalam hal integritas, kesetiaan, kasih dan kerendahan hati/kesederhanaan. Contoh dan keteladan tersebut akan memberikan dampak yang kuat bagi warga gereja untuk bersikap/berperilaku dalam kehidupan mereka.
  1. Memohon kepada Ibu/Bapak agar setiap pergantian pimpinan sinode/lembaga gerejawi dan lembaga keumatan kristiani menghindari politik praktis. Kami merindukan kondusivitas seperti dahulu bahwa pimpinan sinode atau lembaga gerejawi seperti PGIW, PGPIW dan PGLIIW adalah pilihan Tuhan Yesus-Raja dan Kepala Gereja, bukan pilihan sinodisten an sich tanpa jamahan Roh Kudus sebagaimana terkesan selama ini (gereja-gereja lebih sibuk mempraktikkan politik praktis dalam berbagai jenis dan macamnya katimbang partai politik). Bukan saja pada aras sinodal tetapi juga pada aras lokal/jemaat. Segeralah gereja-gereja menghentikannya!

Sintong mengatakan, saran dan harapan ini adalah hasil diskusi ilmiah yang dilakukan para tokoh masyarakat Batak di Jabodetabek yang menampung usul, saran, aspirasi. Serta masukan dari keluarga besar dan para sahabat Batak Center di dalam dan luar negeri.

“Jika dibutuhkan, DPN Batak Center bersedia berdiskusi tentang saran dan harapan yang telah disampaikan. Saya bersama pengurus memohon maaf maaf apabila terdapat kekeliruan atas pernyataan sikap yang kami sampaikan,” tandasnya. (AH)