Jakarta,Sinarpagibaru.com-Kalangan tokoh masyarakat, akademisi dan profesional merekomendasikan Prof. Dr. Midian Sirait menjadi pahlawan nasional. Rekomendasi ini disampaikan dalam acara seminar “Perjuangan Prof. Dr. Midian Sirait Dalam Pembangunan Kesehatan Di Bidang Farmasi Dan Obat Indonesia Sebagai Wujud Pemenuhan Hak Asasi Manusia’ di Ruang Gedung Wiliam Suryawidjaya, Universitas Kristen Indonesia (UKI), Selasa (10/12/2024).
Acara tersebut diadakan Yayasan Pecinta Danau Toba (YPDT) bekerja sama dengan Kaprodi Fisipol UKI. Tampil sebagai pembicara Dr. Andaru Sasnyoto MSi, Direktur Jenderal (Dirjen) Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Dr. Lucia Rizka Andalusia, Apt, M. Pharm, MARS, Sekretaris Umum YPDT Dr. Andaru Sasnyoto, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM RI) tahun 2001-2006 Dr. Drs. apt. H. Sampurno, MBA, Alumni ITB Daryono Hadi Tjahjono, Edy Pramono, praktisi farmasi, serta Fransiskus X. Gian Tue Mali Dosen Ilmu Politik UKI.
Alasan Midian Sirait layak dijadikan pahlawan nasional, karena semasa hidupnya pernah menjadi pejuang 1945-1950. Pernah memimpin Tentara Pelajar Batalion Arjuna sebagai Kepala Staf Tentara Pelajar Batalion Arjuna di daerah Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Kemudian, Midian membentuk gerakan Pelajar Pembela Pancasila (P3S) untuk meredam kelompok yang berselisih dalam mempertahankan kemerdekaan. Pada 1948, Midian Sirait pernah dipercaya memimpin satuan pengaman saat Presiden Soekarno mengunjungi Balige.
Setelah Indonesia merdeka, Midian melanjutkan bangku pendidikan ke Jakarta pada 1952, dengan mengambil Sekolah Asisten Apoteker. Lalu, pada Februari 1956, ia lulus menjadi sarjana muda Apteker di FIPA UI Bandung. Kemudian melanjutkan studi Farmasi ke Universitas Hamburg Jerman Barat dan lulus pada November 1958. Setelah itu, ia kembali mengikuti kuliah Sosiologi dan Poitik serta mempersiapkan disertasi Doktor Ilmu Pengetahuan Alam di F.U Berlin Barat. Dan pada Juni 1961, Midian Sirait lulus Doktor Rer.nat., dari F.U Berlin Barat.
Waktu kuliah di Jerman Barat, Midian Sirait terlibat aktif di Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) dan pada 1959-1962, ia dipercaya menjadi Ketua Umum PPI Jerman Barat. Sepak terjangnya saat memimpin PPI waktu itu juga sangat diperhitungkan. Diantaranya, dari tahun 1959-1964, Midian pernah memimpin gerakan kelompok Pancasila. Dan mengharapkan TNI/militer tetap pada prinsip Pancasila sebagai moral dan ideologi bangsa.
Pada 1961, dia pernah membentuk Badan Perjuangan Pengembalian Irian Barat, untuk menjelaskan kepada masyarakat Eropa pada saat itu, bahwa Irian Barat adalah bagian dari wilayah Indonesia. Gerakan yang dia bangun saat itu bekerja sama dengan Atase Militer Republik Indonesia di Bonn dan Paris ( Kolonel DI Panjaitan dan Kolenel Kartakusuma).
Perjuangan yang dilakukan pun membuahkan hasil. Midian Sirait sukses menjalin hubungan yang baik dengan Prof. Duynstee dari Belanda, anggota parlemen dari Partai Katolik (Partai Luns, Menteri Luar Negeri Belanda). Kemudian menerbitkan buku tentang West New Guinea tentang Irian Barat, yang menegaskan Irian Barat harus dikembalikan ke Indonesia.
Pada 1964, pemerintah melalui Dr. Syarif Tahyeb Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan, meminta Midian Sirait pulang ke Indonesia, sesuai keputusan Senat ITB dan menteri. Pada 1 Februari 1965-1969, ia didapuk menjadi Pembantu Rektor III untuk urusan kemahasiswaan.
Dalam kata sambutannya, Maruarap Siahaan Ketua Umum YPDT mengatakan Midian Sirait dikenal tak hanya sebagai pejuang 45 dan akademisi bidang farmasi. Ia juga mendirikan pabrik obat sekaligus pendiri YPTD. Semasa hidupnya, ia pernah menjadi anggota DPR dan MPR di era Orde Baru. Serta pernah dipercaya duduk di posisi strategis sebagai pejabat negara.
“Saya pernah dipercaya untuk mengelola pabrik beliau. Selama saya bekerja dengan Prof. Midian Sirait, saya banyak belajar tentang Fitofanaka. Pemikirannya dalam dunia farmasi selalu dikaitkan dalam filosofi kesehatan,” ujarnya.
Maruarap menerangkan, Prof. Midian Sirait, selain ahli farmasi, ia adalah pemikir politik kebangsaan yang sangat visioner. Dan sangat banyak artikel dan karya buku yang ia tulis semasa hidupnya, tentang dunia farmasi dan politik kebangsaan. Adapun karya buku pemikiran yang telah pernah ditulis Prof. Midian Sirait, diantaranya, Demi Bangsa, Lika-liku Pengabdian Prof. Dr. Midian Sirait, tahun 1999, Tiga Dimensi Farmasi, tahun 2001.
“Prof. Dr. Midian Sirait juga salah satu orang yang mempelopori berdirinya Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (Fisipol) di UKI. Saya salah satu mahasiswa angkatan pertamanya,” ungkap Maruarap.
Hal senada disampaikan Lucia Rizka Andalusia, ia menyambut baik dengan wacana Prof. Midian Sirait menjadi pahlawan nasional. Menurutnya, sumbangsih Midian Sirait dalam dunia farmasi di negara ini sangat banyak sekali semasa hidupnya. Dan Midian Sirait juga adalah tokoh farmasi Indonesia yang mempelopri sistem pengawasan obat dan makanan secara nasional.
“Sehingga pengaturan, pengendalian dan pengawasan di bidang kefarmasian telah dapat ditata dan dilaksanakan dengan baik. Terutama dengan pembagian peran pusat dan daerah,” ujarnya.
Sementara itu, Asren Nasution Kepala Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, tamu undangan yang hadir dalam seminar, mengatakan Prof. Dr. Midian Sirait sangat mendukung menjadi pahlawan nasional. Ia menjelaskan, seminar yang dilakukan ini sebelumnya sudah pernah dilakukan di Kota Medan, di Universitas Negeri Medan (Unimed).
“Setelah kami melakukan pengumpulan data dan mempelajari sejarah, Prof. Dr. Midian Sirait sebagai putra Batak dari Sumatera Utara, sangat pantas diangkat sebagai pahlawan nasional. Kiprah beliau semasa hidupnya sangat religious, nasionalis, pejuang, ahli farmasi, tokoh pendidik dan sangat banyak mendapat pengharagaan dari pemerintah,” ujarnya.
Ia menegaskan, Pemprov Sumatera Utara sudah berkomitmen untuk memperjuangkan Prof. Dr. Midian Sirait menjadi pahlawan nasional. Karena semasa hidupnya, ia memiliki 10 karakter kepahlawanan. 1. Religius, memiliki tanggung jawab, kerja keras, peduli sosial, disiplin, cinta damai, toleransi, bersahabat, cinta tanah air, dan bersikap jujur.
“Prof. Dr Midian Sirait adalah putra Batak lahir sebagai prajurit yang tidak hanya sekadar bertempur, seperti Naga Bonar. Tapi dia juga seorang pemikir jenius, sosok pendidik yang telah banyak memberikan sumbangsih tenaga dan pikiran untuk membangun sumber daya manusia (SDM) Indonesia,” tandasnya.
Berjasa Untuk Negara
Prof. Dr. Midian Sirait lahir di Lumban Sirait, Sumatera Utara 12 November 1928. Ia meninggal pada 9 Desember 2011 di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta. Semasa hidupnya, dia banyak meraih penghargaan dari pemerintah dan dunia internasional. Diantaranya, meraih penghargaan Bintang Maha Putra dari Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, dengan Keppres RI No. 36/TK/Tahun 2010pada 10 Agustus 2020, sebagai penghargaan atas jasa yang luar biasa dibidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi serta beberapa bidang yang bermanfaat untuk kemajuan serta kesejahteraan bangsa dan negara.
Kemudian penghargaan Bintang Gerilya dari Presiden RI, Soeharto melalui Keppres RI No.020/TK/Tahun 1989, pada April 1989, sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1959 atas jasa-jasanya yang luar biasa dengan menunjukan keberanian, kebijaksanaan, dan kesetiaan dalam berjuang daan berbakti terhadap Negara dan Bangsa Indonesia dengan bergerilya, mempertahankan kemerdekaan antara tahun 1945 sampai 1950. Terutama pada waktu perang kemerdekaan I dan II.
Meraih penghargaan dari World Health Organization (WHO) pada 4 Februari 1988, yang dianggap berjasa untuk kesehatan bagi masyarakat luas (Health For Aall Medal). Piagam penghargaan dari Menteri Kesehatan atas jasa-jasanya dalam bidang farmasi, pada hari Kesehatan Nasional, pada 1981. (Andreas Hutagalung)