Dianggap Tak Becus, Advokat TAMPAK Desak Jokowi Harus Tegas Pemda Yang Menutup Gereja

Tim Advokat TAMPAK Desak Jokowi Harus Tegas Pemerintah Daerah Yang Menutup Gereja. (Foto: dok Ah)

Sinarpagibaru.com – Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (Tampak) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menindak tegas Pemerintah Daerah yang menghalangi hak beragama, seperti melarang peribadatan, menutup gereja, dan atau melarang pendirian gereja.

Juru bicara Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (Tampak) Sandi Eben Ezer Situngkir menegaskan, di dalam Undang-Undang, Hak Beragama adalah kewenangan absolut Pemerintah Pusat selain politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional.

“Sehingga diamnya Jokowi yang membiarkan pelarangan kegiatan beragama adalah inskonstitusional. Dalam larangan pendirian gereja dan larangan beribadah, selama 9 tahun menjabat sebagai Presiden, tidak sekalipun Jokowi sebagai Presiden melakukan kewajiban konstitusionalnya memberikan hak warga Negara, dan menindak aparatur Pemerintah Daerah yang melarang hak konstitusional warga Negara untuk beragama,” tutur Sandi Eben Ezer Situngkir, dalam siaran pers yang diterima Selasa (04/04/2023).

Karena itu, lanjutnya, Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (Tampak) sebagai perkumpulan para aktivis Penegakan Hukum berbasis para advokat, menilai Jokowi melakukan pembiaran terhadap aktivitas beragama bagi Warga Negara.

Sandi Eben Ezer Situngkir menegaskan, adalah sangat konstitusional apabila Presiden Jokowi melaksanakan kewenangan konstitusional dengan memberikan segala perijinan, termasuk melakukan intervensi dengan memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk memberikan jaminan warga Negara untuk melaksanakan kegiatan beragama sesuai keyakinan masing-masing.

Baca Juga :  DPD RI Tawarkan Proposal Perbaikan Konstitusi untuk Pastikan Kedaulatan dan Kemakmuran Rakyat

“Presiden Jokowi melakukan pembiaran, sama saja Jokowi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan melakukan pelanggaran HAM,” jelasnya.

Kemudian, lanjutnya, Declaration of Human Rights sangat jelas bersesuaian dengan Undang Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Prinsip pembiaran dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) adalah by ommision, di mana Negara tidak melakukan terhadap tindakan aparatur Pemerintah Daerah maupun ormas yang melalukan penutupan Gereja dan sarana prasarana beragama lainnya.

“Jokowi harus mengerti Undang-Undang, Susunan Perundang-Undangan yang diamanatkan oleh UUD 1945. Tidak boleh ada peraturan Perundang-Undangan yang di bawah UUD 1945. Dalam hal ini termasuk SKB 2 Menteri, Undang-Undang Bangunan yang mengebiri perijinan pendirian sarana prasarana beragama,” lanjut Situngkir.

Kemudian, Presiden Jokowi wajib memastikan terpenuhinya hak beragama bagi warga Negara. Hal itu adalah kewajiban Pemerintah. “Segala perbuatan menyimpang yang membiarkan terjadinya pelarangan beragama adalah inskonstitusional,” ujarnya.

Sehingga, menurut Sandi Eben Ezer Situngkir, sangat layak warga Negara mengajukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) kepada penguasa sebagai manager, diatur dalam (onrechmatige overheidsdaad) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata dan Perma No. 2 tahun 2019.

Baca Juga :  Menteri AHY Dampingi Presiden Serahkan 10.323 Sertipikat Tanah untuk Masyarakat Banyuwangi

Yang mendefinisikan sengketa perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad) adalah sengketa yang di dalamnya mengandung tuntutan untuk menyatakan tidak sah dan/atau batal tindakan pejabat pemerintahan, atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, beserta ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (Tampak) mengajak elemen masyarakat lintas organisasi non Pemerintah untuk melakukan kajian serta mengajukan perbuatan melawan Hukum oleh penguasa kepada Presiden,” tandas Sandi Eben Ezer Situngkir. (Andreas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *