Sinarpagibaru.com – Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Survey Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) berkerjasama dengan World Bank menyelenggarakan kegiatan “Lokarya Hasil Kajian Kerentanan Sosial Program Percepatan Reforma Agraria (PPRA)” di Hotel JW Marriott, Kuningan, Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Direktur Jenderal (Dirjen) Survey Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Virgo Eresta Jaya mengatakan, bahwa percepatan reforma agraria ini memiliki target membantu pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) sebanyak 7 juta bidang tanah, hari ini progresnya sudah mencapai 5, 2 juta bidang tanah
“Target soal 7 juta bidang tanah sampai Oktober 2024 project ini selesai. Bahwa 7 juta bidang tanah tersebut berada di 10 provinsi. Awalnya tujuh provinsi di luar Jawa, sekarang ditambah tiga provinsi di Jawa,” ucap Virgo.
Dia juga menyebutkan pelaksanaanya dimulai tahun 2020 sampai hari ini dan terus berjalan, karena di setiap lokasi kita harus memastikan ada tidak kelompok-kelompok yang tidak sepenuhnya menerima manfaat atau masuk dalam kerentanan sosial.
Dia juga memastikan bahwa setidaknya seluruh masyarakat ikut dapat memanfaatkan project dari PPRA ini.
“Kajian kerentanan ini untuk melihat resiko- resiko adakah masyarakat ataupun kelompok masyarakat yang mungkin sepenuhnya tidak sepenuhnya menerima manfaat, makanya dilakukan kajian kerentanan sosial,” terang Virgo.
Ada Lima Fokus yang dibahas;
Dirjen SPPR Virgo mengatakan ada 5 fokus dibahas dalam kegiatan hari ini, pertama adalah pengumpul datanya sendiri karena diharapkan semua partisipasinya dari masyarkat dan ini bagaiman keterwakilan itu sendiri.
Kedua dari sisi gender bagaimana wanita juga kita dorong untuk hadir selaku pemegang hak sendiri maupun hak bersama. “Meskipun data kita cukup bagus, di Indonesia ini sekitar 59 persen kepemilikan laki-laki dan wanita sudah 41 persen sebetulnya tidak terlalu jauh, menurut world bank ini sudah cukup baik dibandingkan dengan negara lain,” ujar Virgo.
Dia tetap mendorong supaya semakin setara kemudian mengenai tanah guntai tentang kepemilikan tanah diluar kecamatan, tanah absentik juga kita dorong dan kita kaji juga disini.
“Dikarenakan kalau itu berlarut-larut tanah bisa menjadi lahan spekulasi buat orang Jakarta maupun warga dari luar. Sehingga tanah semakin terjangkau buat penduduk setempat,” ungkap Virgo.
Lanjutnya menerangkan, masyarakat adat juga tidak lepas untuk di kaji guna masyarkat tersebut bisa memperoleh haknya karena sekarang masyarakat adat itu tidak jelas di adminitrasi pertanahan karena masyarakat adat ini harus dirumuskan dahulu oleh Kementerian Dalam Negeri baru bisa di sertifikatkan haknya sebagai komuna.
Pada kesempatan tersebut, Virgo juga menyikapi hak komunal yang tidak membatasi masyarakat untuk memperoleh hak pakai diatas hak komunal tersebut.
“Bagaimana masyarakat yang berada di pabrik realstate seperti di wilayah perbatasan hutan kita bantu mereka untuk menyelesaikan masalahnya di wilayah sepadan dengan mencoba kita pisahkan antara hak kepemilikan dengan hak pemanfaatan, Jadi biarpun di wilayah hutan, mereka bisa menjadi hutan sosial tapi bisa mendapatkan sertifikat, ” pungkas dia. (Gtg)