Jenewa, Sinarpagibaru-Perwakilan serikat buruh lintas negara melakukan gugatan ke Negara Kerajaan Arab Saudi, melalui Badan Ketenagakerjaan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Gugatan tersebut disampaikan pada saat Sidang Tahun Konferensi Perburuhan Internasional (ILC) di Jenewa, Swiss, terkait eksploitasi, pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Serta kematian pekerja migran tidak wajar yang masih marak terjadi di negara tersebut.
Pengaduan gugatan tersebutdiajukan berdasarkan Pasal 26 Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Dimana pihak pengadu sudah mendapatkan bukti dokumentasi praktik kerja paksa, pencurian upah, kekerasan fisik dan seksual. Dan perlakuan rasisme secara sistemik terhadap korban pekerja migran yang berasal dari pekerja migran Afrika.
Padahal, pekerja migran yang bekerja ini menjadi tulang punggung ekonomi Negara Arab Saudi. Selama bekerja, sebenarnya telah banyak memberikan jasa. Terutama pekerjaan di sektor konstruksi dan asisten rumah tangga (ART). Namun ironisnya, pekerja migran di Arab Saudi, justru sering menjadi korban eksploitasi perbudakan modern.
Berdasarkan data dikumpulkan serikat pekerja dari Afrika, korban pekerja migran yang bekerja di Arab Saudi tersebut dikurung di rumah. Lalu dipaksa bekerja 18 hingga 20 jam sehari, tidak diberi upah, layanan kesehatan, dan waktu istirahat. Bahkan, terkadang menjadi korban kekerasan dan pelecehan. Tragisnya, diantara mereka tidak pernah berhasil pulang ke negara asalnya dalam keadaan hidup.
Sumber dari kejahatan perbudakan modern ini adalah sistem sponsor kafala, yang mengikat status hukum pekerja dengan majikannya. Sistem kerja ini jelas sangat merugikan. Karena merampas kebebasan dan martabat pekerja, membungkam kebebasan berpendapat. Dan memberikan posisi majikan sebagai tuan, lalu posisi pekerja migran sebagai budak.
Desakan Reformasi
Organisasi sepak bola FIFA, pada Desember 2024, telah memutuskan secara resmi, bahwa Arab Saudi menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA 2034. Karena itu, Konfederasi Serikat Buruh Internsional mendesak FIFA untuk mempertimbangkan keputusan tersebut. Pasalnya, Arab Saudi masih membiarkan praktik eksploitasi dan perbudakan modern terhadap pekerja migran secara sistematis.
ITUC juga mendesak kepada Arab Saudi segera melakukan reformasi ketenagakerjaan secara menyeluruh. Meski ITUC sudah 2 kali melakukan negoisasi ke pemerintah Arab Saudi, namun permintaan negoisasi reformasi ketenagakerjaan belum ditanggapi Kerajaan Arab Saudi.
Selain itu, Arab Saudi sebagai negara yang belum mengakui kebebasan berserikat terhadap pekerja migran. Padahal, organisasi buruh sebagai wadah untuk memberikan perlindungan hukum kepada pekerja migran. Sementara, pekerja migran yang bekerja sebagai ART yang bekerja Pekerja sebagian besar perempuan. ART ini kerap tidak mendapatkan perlindungan hukum ketenagakerjaan dan sangat rentan menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual.
Sekretaris Jenderal ITUC Luc Triangle mendukung gugatan yang dilakukan perwakilan serikat buruh lintas negara kepada Arab Sasudi. Lalu mendesak Badan Pimpinan ILO untuk membentuk Komisi Penyelidikan masalah kasus eksplotasi dan perbudakan modern yang terjadi. ITUC juga tidak mau memberikan toleransi terhadap kematian pekerja migran lainnya di Arab Saudi.
“Kami tidak akan tinggal diam dengan masalah ini. Karena banyak pekerja migran asal Afrika yang bekerja di sektor konstruksi dan ART menjadi korban HAM. Masalah ini harus dihentikan sekarang,” Luc Triangle.
Sementara itu Joel Odigie, Sekretaris Jenderal ITUC-Afrika mengatakan, korban kematian pekerja migran asal Afrika masih terus terjadi. ““Para pekerja migran ini diperlakukan seperti barang sekali pakai di Arab Saudi. Mereka datang dan bekerja di Arab Saaudi dalam keadaan sehat, tapi ada yang pulang namun sudah meninggal,” kata Joel Odigie.
Ia menegaskan, ILO tidak boleh diam dengan masalah ini. Sementara para pekerja migran diperbudak, dianiaya, dan dibuang. “Ini adalah momen yang menentukan bagi masyarakat internasional. ILO harus bertindak,” tandasnya. (AH/red)
Tinggalkan Balasan