Jenewa, Sinarpagibaru-Rekson Silaban selaku Majelis Penasehat Organisasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (MPO KSBSI) ikut berkontribusi selama perdebatan konvensi, dalam kapasitasnya sebagai ketua delegasi buruh di Komite Platform ini.

Kedepannya pekerja platform digital akan memliki status pekerja. Atau tidak lagi dalam status mitra, karena melahirkan beberapa ketimpangan perlindungan hukum. Sidang komite platfom ekonomi International Labour Conference (ILC) ke 13, masih terus berlangsung untuk merumuskan jenis perlindungan ke pekerja online, format jam kerja dan bentuk renumerasi. Juga tentang perlunya Perjanjian Kerja yang dibuat secara seragam oleh pemerintah, pola pengawasan dan aturan berserikat.

“Di sidang komite tersebut, Saya bicara atas nama Indonesia. Dan akhirnya KSBSI berhasil mengoalkan  Konvensi perlindungan pekerja ojek. Isi lengkap Konvensi masih dirumuskan pada ILC tahun 2026.Yang penting status kerja sudah jelas, yaitu pekerja.” kata Rekson Silaban melalui sambungan telepon, Kamis (05/06/2025) waktu setempat.

Rekson menegaskan bahwa dengan kesepakatan di Geneva, nantinya akan ada 2 bentuk status pekerja ojek online. Satu, menjadi pekerja dalam hubungan kerja (kalau bekerja sesuai jam kerja standar), kemudian, pekerja mandiri (bila bekerja dalam beberapa jam dengan waktu fleksibel).

“KSBSI meminta agar sekretariat negara (yang saat ini mempersiaplan Perpres Platform) mengikutsertakan kelompok buruh dalam penyiapan Perpres tersebut.” ungkap Rekson.

Rekson Silaban juga berharap dengan adanya semangat dari Jenewa yang memastikan bahwa Pekerja Platform itu adalah pekerja, maka semua negara sudah bisa memulai menerbitkan regulasi.

“Kalau Pemerintah RI mau buat peraturan seperti misal Peraturan Pemerintah (PP) atau  Peraturan Presiden (Perpres) dengan semangat dari Keputusan ILO ini pun sudah bisa dan itu baik, tanpa harus menunggu lahirnya Konvensi ILO”, tambah Rekson

Seperti diketahui, Indah Anggoro Putri, Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker RI memberikan suara mewakili Ketua Delegasi RI, Menteri Ketenagakerjaan Prof. Yassierli dan menyatakan bahwa Indonesia mendukung diterbitkannya Konvensi ILO (International Labor Organization) untuk Pekerja Platform Digital.

Perjuangan kaum buruh Indonesia untuk memastikan nasib pekerja platform khususnya pengemudi online termasuk Ojol terasa kompak bersama Pemerintah RI. Hal ini dapat dilihat saat voting penentuan perlunya pekerja platform diatur dalam Konvensi atau cukup Rekomendasi saja. Terbukti 86 suara termasuk suara Pemerintah RI memilih Konvensi dan menang melawan 27 suara yang hanya memilih Rekomendasi.

Yang membuat kaum buruh berterima kasih bukan semata soal perlunya ILO membuat Konvensi tetapi karena Pemerintah RI melalui Kementerian Ketenagakerjaan dirasakan betul, bahu membahu berjuang bersama dengan Delegasi Buruh.

Nantinya, setelah diputuskan bahwa perlindungan Pekerja Platform berstatus pekerja dan akan diatur dalam Konvensi, maka tahap berikutnya adalah pembuatan draft Konvensi selama setahun ke depan.

Karena itu tahun 2026 barulah Konvensi bisa disahkan. Setelah itu negara-negara anggota ILO akan diminta untuk  meratifikasinya atau menjadikan Konvensi menjadi UU di negaranya masing-masing. (AH/Red))