JAKARTA, Sinarpagibaru.com – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menggelar Seminar Nasional bertema “Penerapan Capital Gains Tax pada Peralihan Aset Tanah” dalam rangka memperingati Hari Agraria dan Tata Ruang (HANTARU) 2023. Acara ini berlangsung secara daring dan luring di Hotel Sutasoma, Jakarta, pada Rabu (20/09/2023).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana saat membuka seminar mengutarakan, saat ini Indonesia masih terus berupaya meningkatkan indeks kemudahan berusaha. Ia menyebut, pada 2021, indeks kemudahan berusaha terutama dalam aspek registering property berada di peringkat 106. “Ada beberapa negara di sekitar kita yang memiliki nilai yang hampir sama dengan kita, namun ada pula negara seperti Singapura dan Malaysia yang indeksnya cukup bagus,” ujar Suyus Windayana secara daring.
Ia menjelaskan, salah satu hal penting dalam kemudahan berusaha adalah biaya yang dibutuhkan oleh badan hukum maupun perorangan yang akan berinvestasi di Indonesia. “Misalnya ketika akan berinvestasi, mereka membutuhkan tanah, pajak yang harus dibayarkan untuk peralihan hak nilainya paling tinggi dibandingkan dengan negara lainnya di Asia Tenggara,” terang Sekjen Kementerian ATR/BPN.
Di samping itu, Suyus Windayana juga menyebut biaya transaksi dalam kegiatan berusaha di Indonesia terbilang mahal bila dibandingkan dengan Singapura, Thailand, dan Malaysia. “Singapura, Thailand, Malaysia itu nilai transaksinya di bawah empat persen. Saya sangat berharap bagaimana kita bisa menurunkan persentase nilai-nilai transaksi itu melalui capital gains tax itu,” tuturnya.
Melalui capital gains tax dalam peralihan aset tanah, Suyus Windayana berharap ke depannya dapat mengontrol harga tanah. “Kita harus menentukan capital gains tax ke depannya, tentunya ini melalui beberapa kajian. Sehingga, melalui forum ini diharapkan kita dapat kajian untuk kebijakan selanjutnya,” ucapnya.
Ketua Tim Kajian Capital Gains Tax pada Peralihan Aset Tanah, Yudha Purbawa mengungkapkan, pihaknya sudah mengobservasi dan mewawancarai para PPAT, pemerintah daerah, dan Kantor Pertanahan (Kantah). Tujuan observasi ia katakan guna mengetahui gambaran sinergi antara pihak-pihak yang terlibat dalam pencatatan administrasi peralihan hak atas tanah. Adapun lokasi observasi meliputi Provinsi DKI Jakarta dan D.I. Yogyakarta.
Dari kajian yang dilakukan, Yudha Purbawa menekankan bahwa perlu adanya sistem daring menyeluruh dalam suatu proses pencatatan peralihan hak atas tanah, termasuk dengan sistem perpajakannya. “Selain itu, juga perlu adanya penyederhanaan persyaratan, data, serta form kelengkapan persyaratan jual-beli sampai dengan balik nama sertipikat. Juga perlu diperhatikan, terdapat perbedaan karakter setiap daerah, yang mana pastinya setiap daerah mempunyai kebijakan yang berbeda-beda,” jelasnya.
Hadir pada seminar ini, Kepala Pusat Pengembangan dan Standarisasi Kebijakan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan, Hardian. Hadir sebagai narasumber antara lain Asisten Deputi Fiskal, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Gunawan Pribadi; Kepala Bidang Pendapatan Pajak I, Badan Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Mulyo Susongko; serta Kepala Bagian Anggaran dan PNBP, Biro Keuangan dan BMN Kementerian ATR/BPN, Iin Herawati. (Gtg)