JAKARTA, Sinarpagibaru.com – Sebagai penanggung jawab bidang tata kelola publik dalam aksesi Indonesia ke Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), berbagai upaya dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dalam mencapai target aksesi. Salah satu langkah konkret tersebut dilakukan dengan belajar praktik terbaik dari Australia terkait penguatan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik.

Untuk diketahui Australia merupakan salah satu anggota penuh OECD sejak tahun 1971. Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian PANRB Erwan Agus Purwanto menyampaikan saat ini Indonesia telah memasuki tahap III dalam rencana penyampaian dokumen Initial Memorandum. Tahap ini fokusnya tidak hanya pada penyiapan dokumen, tetapi juga memperkuat transformasi tata kelola pemerintahan.

Dikatakan, transformasi ini mencakup berbagai aspek penting, antara lain regulasi anti-korupsi, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, tata kelola dan integrasi data statistik, regulasi dan tata kelola sektor swasta, serta perlindungan konsumen. “Untuk mewujudkan transformasi tata kelola secara komprehensif dan efektif, reformasi administrasi publik harus diterapkan secara optimal. Hal ini mencakup peningkatan kualitas layanan publik yang berkelanjutan dan berbasis kebutuhan masyarakat,” ujarnya dalam Workshop Capacity Building Modernisation Public Administration and Service Delivery, di Jakarta, Rabu (19/03/2025).

Selain itu, dalam berbagai kesempatan Menteri PANRB Rini Widyantini juga menegaskan bahwa sebagai bagian dari proses aksesi, OECD menilai kehadiran Indonesia secara langsung dalam berbagai forum sangat penting untuk membangun kredibilitas sebagai calon anggota baru. Menurutnya, komitmen dalam proses aksesi dan reformasi OECD tidak hanya menilai kesiapan teknis Indonesia dalam memenuhi standar mereka, tetapi juga mengamati komitmen politik dalam menjalankan reformasi yang dibutuhkan.

Lebih jauh Deputi Erwan menambahkan, workshop ini menjadi langkah yang sangat strategis, karena memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mempelajari praktik terbaik dari negara-negara OECD dalam reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas layanan publik serta mendiskusikan berbagai tantangan serta peluang yang dihadapi dalam proses reformasi administrasi publik di Indonesia. Selain itu, juga dapat untuk mengidentifikasi langkah konkret yang dapat diadaptasi dalam konteks kebijakan dan implementasi di Indonesia.

Adapun diskusi atau workshop tersebut diisi oleh para ahli dan praktisi dari Australian Public Service Commission (APSC) dan Public Governance Committee OECD. Acara ini juga dihadiri berbagai instansi di lingkup tata kelola publik seperti Kementerian Perencanaan dan Pembangunan/Bappenas, Kemendagri, Kementerian Komdigi, LAN, LKPP, KPK, BPKP, dan Ombudsman RI.

Diharapkan, melalui diskusi yang konstruktif dan interaktif ini, dapat diperoleh perspektif baru serta solusi konkret yang dapat diterapkan dalam mendukung agenda reformasi birokrasi di Indonesia. “Semoga _workshop_ ini dapat memberikan manfaat nyata bagi upaya kita dalam memperkuat tata kelola pemerintahan, meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan mempercepat aksesi Indonesia ke dalam OECD,” ungkap Deputi Erwan.

Sementara itu, Head of OECD Jakarta Office Massimo Geloso Grosso menyampaikan apresiasinya kepada Indoensia karena menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang memulai aksesi sejak 2024. OECD berharap, lanjut Massimo, dapat mendukung reformasi birokrasi di Indonesia dalam proses pembangunan nasional, dan juga dalam meningkatakan kualitas dan inkusivitas pelayanan publik.

“Saya berharap diskusi hari ini berjalan produktif dan konstruktif dan membawa manfaat bagi kita semua,” tuturnya.

Sebagai informasi, mayoritas negara anggota OECD telah mengembangkan rencana reformasi administrasi publik atau public administration reform (PAR) yang bersungguh-sungguh untuk mereformasi administrasi publik dan mengembangkan kemampuan administratif untuk membantu pemerintah mengatasi masalah-masalah mendesak serta mencapai tujuan-tujuan pembangunan jangka panjang. Dalam kesempatan itu Head of the APSC Indonesia Program Lidija Cleverley membagikan praktik terbaik yang telah dilakukan dalam reformasi administrasi publik.

Salah satu upayanya adalah melalui Australian Public Service (APS). Dikatakan, APS adalah layanan sipil federal dari Commonwealth of Australia dan mempekerjakan lebih dari 185.000 warga Australia berdasarkan Undang-Undang Layanan Publik.

Executive Director APS Reform Office APSC Shyam Raghupathi, menjelaskan bahwa APS yang kuat dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi masyarakat. Karena APS bertindak sebagai pemberi kerja yang teladan, dan berkontribusi terhadap Australia yang lebih adil dan inklusif.

Sebagai informasi pada Oktober 2022, Minister for the Public Service Australia Katy Gallagher, mengumumkan agenda APS Reform untuk lebih memperkuat pelayanan publik. Shyam menjelaskan, ada beberapa hal prioritas dalam APS yakni mewujudkan integritas dalam segala hal yang dilakukannya; menempatkan orang dan bisnis di pusat kebijakan dan layanan; merupakan pemberi kerja teladan dan tempat yang menarik untuk bekerja; serta memiliki kemampuan untuk melakukan tugasnya dengan baik.

Dalam pelaksanaan PAR, dengan pendekatan bertahap, tahap pertama adalah membuat fondasi; kemudian tahap mendorong penerapan kebijakan; selanjutnya adalah perbaikan berkelanjutan.

Terakhir, dijelaskan terkait nilai-nilai APS diantaranya yaitu yang pertama tidak memihak (imparsial); komitmen memberi layanan; akuntabel; rasa hormat; beretika; serta pengerahan sumber daya secara berkelanjutan (orientasi kepentingan bersama dan jangka panjang)

Adapun kegiatan workshop ini digelar selama dua hari. Pada hari pertama dibagi menjadi tiga sesi yakni: PAR plans and frameworks in OECD member countries; designing and revising PAR plans: processes and actors; dan implementing modernisation plans across government.