YOGYAKARTA, Sinarpagibaru.com – Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) akan segera rampung. Mengakselerasi hal tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyelenggarakan uji publik, di Yogyakarta, Selasa (02/07).
Uji publik hari ini dilakukan untuk menerima tanggapan dan masukan terkait substansi dari para akademisi serta instansi daerah. Sebelumnya, uji publik RPP tentang Manajemen ASN ini telah dilakukan di Jakarta dan Bogor.
Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas menyampaikan bahwa uji publik RPP tentang Manajemen ASN merupakan wadah untuk memperoleh masukan dari para pemangku kepentingan yang selama ini ada di lapangan, termasuk para akademisi. “Sehingga PP yang dihasilkan lebih implementatif, komprehensif, dan bisa menjawab permasalahan yang ada di lapangan,” ujarnya.
Sebagai informasi, RPP tentang Manajemen ASN ini terdiri atas 21 bab dan 312 pasal, sementara ruang lingkupnya terdiri atas perencanaan kebutuhan, pengadaan, penguatan budaya kerja dan citra institusi, pengelolaan kinerja, pengembangan talenta dan karier, pengembangan kompetensi, pemberhentian, serta penegakan disiplin.
Dalam kesempatan itu Plt. Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Abdul Hakim menjelaskan hal-hal yang perlu disoroti dalam Undang-undang No. 20/2023 tentang ASN, dan akan di rumuskan dalam RPP tentang Manajemen ASN. Pertama terkait transformasi rekrutmen dan jabatan ASN, dimana fleksibilitas penetapan kebutuhan dan rekrutmen ASN sesuai kebutuhan instansi, dan jabatan disederhanakan menjadi lebih terbuka untuk mendukung organisasi agile dan kolaboratif.
“Undang-undang dan RPP ini mencoba mengintrodusir human capital management,” ungkapnya.
Kedua, kemudahan mobilitas talenta nasional. Dikatakan bahwa ASN mempunyai fungsi perekat pemersatu bangsa, siap untuk ditugaskan dimanapun berada. Selanjutnya, terkait dengan percepatan pengembangan kompetensi. Keempat, penataan tenaga non-ASN, dan kelima yakni reformasi pengelolaan kinerja dan kesejahteraan ASN.
Hakim menjelaskan salah satu contoh terkait kesejahteraan yang akan diberikan yakni cuti bagi suami yang mendampingi istri melahirkan. Kemudian, yang keenam yaitu terkait digitalisasi manajemen ASN. Terakhir, penguatan budaya kerja dan citra institusi.
Plt. Kepala BKN Haryomo Dwi Putranto berharap agar regulasi yang dibuat bisa mengakomodir semua ASN di seluruh Indonesia. Ia meminta agar para peserta uji publik hari ini dapat memberikan masukan baik dari aspek manajemen sumber daya manusia maupun dari regulasi.
“Bagaimana regulasi itu bisa implementatif, tahan lama, kemudian tidak mengalami perubahan yang bisa mengakomodir untuk semua ASN di seluruh Indonesia,” tuturnya
Ia berharap kedepan, para ASN menjadi lebih profesional ketika regulasi bisa mengatur dan bisa diimplementasikan dengan mudah tanpa adanya hambatan, dan kendala yang menghambat.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh para akademisi dari berbagai perguruan tinggi, diantaranya yakni Wahyudi Kumorotomo dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta; Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Al Makin; Ismi Dwi Astuti Nurhaeni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta; Direktur Direktorat Umum, Sumber Daya, dan Hukum Aman; Direktur Sumber Daya Manusia Universitas Gajah Mada Yogyakarta Suadi; dan Hendry Julian Noor dari Fakultas Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Beberapa perwakilan kementerian anggota PAK yang turut hadir Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan.
Salah satu masukan disampaikan oleh Ismi. Dikatakan bahwa jika dilihat dari substansi muatan isi tentang manajemen ASN, peraturan pemerintah ini sudah secara eksplisit mengedepankan nilai-nilai meritrokrasi. Hal ini dilihat dari perspektif kebijakan manjemen SDM yang profesional, bebas dari intervensi politik serta bebas dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Selanjutnya, ia menyoroti pasal terkait pemberian cuti kepada ASN yang mendampingi istri melahirkan. Menurutnya, pasal ini memberikan jaminan hak cuti tidak hanya kepada ASN perempuan.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa aturan tersebut perlu berkoordinasi dengan peraturan yang ada (dalam hal ini adalah penyusun draft Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak, pasal 4 dan 6). Ia mengusulkan untuk menambah cuti tersebut menjadi lima hari.
“Tetapi saya tidak tahu bisa dilakukan atau tidak, karena ini berangkat dari pengalaman saya sebagai perempuan, bahwa pasangan yang istrinya melahirkan tidak cukup hanya mendapatkan cuti tiga hari. Jadi kalau bisa dinegosiasi, paling tidak lima hari karena kalau sudah lima hari ditambah hari Sabtu dan Minggu, saya yakin pasangannya akan semakin bahagia, dan cuti untuk kepentingan melahirkan itu bisa dirasakan baik oleh perempuan atau laki laki, tentu harus berkoordinasi dengan kementerian terkait,” pungkasnya.