Sinarpagibaru.com – KLHK melanjutkan rangkaian sosialisasi kebijakan implementasi Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) di Provinsi Jawa Barat, Rabu (31/5). Pada sesi pembukaan, Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono menyampaikan arahan terkait filosofi kebijakan pengelolaan kawasan hutan dan lahirnya kebijakan KHDPK.
“Kondisi yang ingin dicapai melalui KHDPK ini yaitu adanya optimalisasi pengelolaan kawasan hutan; efektifitas dan efisiensi kelola Perhutani; penetapan kawasan hutan 100%; pengurangan lahan kritis di kawasan hutan; peningkatan daya dukung dan daya tampung; pengurangan konflik kawasan hutan dan peningkatan akses kelola masyarakat hutsos,” ujarnya.
Kemudian, Bambang menerangkan pembagian kewenangan pengelolaan hutan di Jawa pasca PP 23 tahun 2021. Pada masa transisi ini dilakukan melalui tahapan-tahapan yaitu penetapan wilayah Perhutani dan KHDP. Dilanjutkan dengan penataan regulasi, kelembagaan dan SDM serta tata Kelola KHDPK dan Perhutani. Disamping itu, dirancang desain perencanaan pengelolaan hutan di KHDPK dan Perhutani. Dengan begitu, ada operasionalisasi dan optimalisasi penyelenggaraan pengelolaan hutan oleh Perhutani dan KHDPK untuk pemulihan hutan, pemanfaatan ekonomi dan kelola sosial di kawasan hutan Jawa.
Bambang juga menjelaskan kondisi pengelolaan kawasan hutan di Pulau Jawa seluas 3,3 juta hektar. Saat ini, terbagi di Pusat untuk kawasan konservasi Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa. Kemudian Pemerintah Daerah Provinsi untuk Hutan Lindung dan Hutan Produksi khusus di Provinsi DIY, dan Pemerintah Daerah ProvinsiKabupaten untuk Taman Hutan Raya sesuai kewenagannya. Selain itu, Lembaga Perguruan Tinggi/Pimpinan Lembaga penelitian kehutanan/Lembaga Pendidikan bidang kehutanan, Lembaga masyarakat hutan adat untuk Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus), dan Pelimpahan kepada Badan Usaha Milik Negara Perhutani untuk Hutan Lindung dan Hutan Produksi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten.
Pada kesempatan sosialisasi tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Dodit Ardian Pancapana hadir mewakili Gubernur Jawa Barat dan menjelaskan kondisi umum pengelolaan hutan di wilayahnya.
“Jawa Barat dengan jumlah penduduk 48 juta jiwa, dengan 10% topografi lahan merupakan pegunungan, diperlukan suatu upaya pengelolaan hutan yang baik terutama di bagian hulu,” ujar Dodit saat membacakan Sambutan Gubernur Jawa Barat.
Dari target KHDPK di Jawa Barat seluas 269,782 Ha, terealiasi sebesar 38.821,75 Ha, atau sekitar 14%. Untuk mensinergikan kebijakan ini, telah dibentuk Pokja Percepatan Perhutanan Sosial melalui SK Gubernur Jawa Barat dalam mendukung upaya percepatan dan pengelolaan hutan secara lestari dan peran serta dari masyarakat.
Perhutanan sosial yang ada di Jawa Barat yang sudah diberikan hak akses dari KLHK sebanyak 133 kelompok dengan luas 38.821,75 Ha, dengan jumlah petani 21.159 orang. Adapun aktivitas unggulannya berupa 40% kopi, 14% buah-buahan, 9% jasa wisata, dan 8% empon-empon/rempah.
“Untuk seluruh pemangku kepentingan pembangunan di Jawa Barat, khususnya sektor kehutanan agar selalu optimis dalam upaya menghadirkan kesejahteraan masyarakat yang menyeluruh dan berkeadilan, mempersiapkan dasar untuk maju dan berdaya saing, serta penerapan prinsip-prinsip keseimbangan lingkungan dalam melaksanakan pembangunan,” kata Dodit.
Secara teknis, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Bambang Supriyanto menyampaikan tentang Perhutanan Sosial pada areal KHDPK dan pedoman Perhutanan Sosial Kemitraan Kehutanan dan Kemitraan Kehutanan Perhutani. Pedoman ini menjadi acuan dalam penyelesaian usulan-usulan dari masyarakat yang berada di areal KHDPK maupun dalam areal Perhutani. Untuk Jawa Barat, terdapat KHDPK PS seluas 269.782 hektar yang tersebar di 18 kabupaten, 224 kecamatan, dan 798 desa.
“Areal Perhutanan Sosial pada KHDPK seluas 922,769 Hektar akan dilakukan transformasi bagi yang telah memiliki persetujuan IPHPS dan Kulin KK menjadi skema Perhutanan Sosial dan proses fasilitasi bagi yang belum memiliki persetujuan,” katanya.
Materi dilanjutkan dengan paparan Direktur Utama Perum Perhutani yang menyampaikan terkait pengaturan pengelolaan, aset dan SDM Perhutani di kawasan hutan Jawa. Disampaikan bahwa pengaturan SDM pada areal KHDPK tetap sebagai karyawan Perum Perhutani. Selanjutnya disampaikan bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri LHK nomor 4 tahun 2023, pendamping pemerintah pada KHDPK adalah pendamping yang berasal dari karyawan BUMN bidang kehutanan yang ditugaskan dalam pendampingan pengelolaan Perhutanan Sosial pada KHDPK. Disamping itu juga disampaikan terkait Kemitraan Kehutanan Perhutani Produktif.
Untuk memberikan pemahaman terkait dengan KHDPK yang meliputi 6 kepentingan, disampaikan pemaparan oleh perwakilan dari unit kerja Eselon I KLHK yang terkait dengan penggunaan kawasan, rehabilitasi, pemanfaatan jasa lingkungan, perlindungan hutan. (Gtg)