JAKARTA, Sinarpagibaru.com – Dalam sepuluh tahun ini, telah dilakukan corrective measures and actions atas kebijakan dan langkah berkenaan dengan penanganan sektor lingkungan hidup di Indonesia, khususnya dalam hal proses perijinan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Tujuannya tidak lain memberikan kemudahan untuk ruang menjadi produktif bagi masyarakat sebagaimana hak untuk produktif bagi warga negara yang dimandatkan dalam UUD Pasal 27 dan Pasal 28.
Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan berkenaan dengan AMDAL ini, upaya mengembangkan artikulasi langkah-langkah nyata lapangan sebagai implementasi dan implikasi atas kebijakan yang telah diambil dalam rangka corrective actions termasuk yang dilakukan secara bertahap karena cukup berat dan kompleks.
“Kita semua tahu bahwa tidak mudah melakukan improvement ini, dan untuk itulah menjadi sangat penting saat ini kita bersama-sama dalam Rapat Kerja Nasional,” ujar Menteri Siti dalam sambutannya saat membuka Rapat Kerja Nasional AMDAL di Jakarta, Rabu (22/11).
Sebagai instrumen pengendali dan alat pengambil keputusan suatu perizinan berusaha layak dengan sudut pandang pada sisi lingkungan, Menteri Siti mengungkapkan Amdal, UKL-UPL dan Persetujuan Lingkungan tidak terlepas pada tantangan penyederhanaan proses, dan kecepatan penyelesaian proses Persetujuan Lingkungan.
“Untuk itulah maka harus dengan tetap memperhatikan kualitas pengambilan keputusan kelayakan lingkungan yang memadai,” katanya.
Upaya sistematisasi perijinan lingkungan di waktu yang lalu atau persetujuan lingkungan sekarang menurut UUCK, terus dilakukan oleh pemerintah. Hal ini untuk mencapai sasaran nasional dengan tetap menjaga lingkungan.
Pengendalian lingkungan melalui instrumen tidak hanya environmental impact assesment (AMDAL), juga melalui strategic environmental asessment (SEA) atau KLHS dan life cycle asessment (LCA), juga terus dilakukan oleh pemerintah.
“Proses AMDAL dipermudah secara prosedural birokratis, namun dengan tetap menjaga prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang tepat sebagaimana prinsip-prinsip yang ditegaskan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009,” ungkap Menteri Siti.
Proses tersebut juga diiringi dengan pembinaan dan pengawasan melalui unit kerja eselon I, Badan Standardisasi dan Instrumen LHK (BSI). Langkah sistematis ini, secara teknis rinci akan terus dikembangkan.
Dalam kaitan itu pula, Menteri Siti mengatakan kehadiran BSI KLHK sebagai unit kerja di KLHK dimaksudkan untuk pengembangan instrumen, pengawasan dan pengendalian standar untuk aspek lingkungan dalam kegiatan dan usaha. Dalam pelaksanaannya juga bersama-sama dengan Direktorat Jenderal Teknis pembinaan sebelum sampai pada hal-hal krusial, yang akhirnya bila perlu akan masuk ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum.
“Jadi ada gradasi pengawasan mulai dari sesuai standar dulu, kemudian ada persoalan apa di teknisnya, apabila sudah sama-sama beres ternyata memang ada indikasi pelanggaran dan sebagainya. Ini kita bangun antara kesederhanaan perizinan dengan pengendalian perizinan, itu yang menjadi bersenyawa,” katanya.
Menutup sambutannya, Menteri Siti berharap pelaksanaan Rakernas AMDAL Tahun 2023 dapat menyempurnakan instrumen yang diperlukan, sehingga memadai untuk mendukung efisiensi proses persetujuan lingkungan.
“Saya berharap Rakernas Amdal tahun 2023 ini, dapat menghasilkan sesuatu yang sesuai temanya yaitu Sinergi Dan Kolaborasi Dalam Tranformasi Persetujuan Lingkungan Untuk Kemajuan Investasi Menuju Indonesia Maju Dan Sejahtera,” pungkasnya.
Turut hadir pada kesempatan ini yaitu Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kepala Badan Standardisasi dan Instrumen LHK, Penasihat Senior Menteri LHK, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama, Administrator dan Pengawas K/L Pusat dan Daerah, Pimpinan Badan Koordinasi PSL, Pimpinan Asosiasi Ahli Lingkungan Hidup, akademisi, pakar ahli, Pimpinan Dunia Usaha, serta para pelaku usaha dan kegiatan. (Gtg)