Jakarta, Sinarpagibaru.com-Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar agenda konferensi pers dalam menyikapi persoalan buruh yang terjadi sekarang ini. Ada beberapa persoalan yang dibahas. Diantaranya sedang fokus menyikapi dampak perubahan iklim dan transisi yang berkeadilan (just transition).
Elly Rosita Silaban Presiden KSBSI mengatakan KSBSI sedang serius untuk membangun kesadaran tentang perubahan iklim dan transisi yang adil. Pasalnya, dampak perubahan iklim sebenarnya juga sangat berpengaruh pada masyarakat global. Tapi di dunia ketenagakerjaan pun ikut terkena imbasnya. Karena banyak pekerja sekarang ini yang telah kehilangan pekerjaan.
Kata Elly, KSBSI sekarang ini sangat gencar membuat kegiatan pelatihan kepada pengurus dan anggota untuk memberikan edukasi tentang perubahan iklim dan transisi yang berkeadilan. Dan mencari bantuan donatur dari internasional yang melibatkan semua federasi serikat buruh afiliasi KSBSI yang KSBSI.
“Sebenarnya pemerintah Indonesia memang sedang membuat edukasi perubahan iklim dan transisi yang berkeadilan. Namun kami menyesalkan, pemerintah minim melibatkan perwakilan serikat buruh,” kata Elly di kantor KSBSI, Cipinang Muara Jakarta Timur, Selasa (18/02/2025).
Ia menjelaskan, sebenarnya, di Indonesia itu perubahan iklim itu sangat berdampak sekali terhadap buruh/pekerja. Serta dampak yang ditimbulkan. Untuk itu, sangat diperlukan banyak melakukan kampanye dan pembangunan kapasitas untuk para pekerja terutama di semua sektor.
“Jadi bukan hanya di sektor pertambangan tapi ada di pariwisata, dipertanian perkebunan, perikanan dan semua sektor yang ada,” jelasnya.
Ia menerangkan dampak tentang upah dan banyaknya terjadi PHK akibat dampak perubahan iklim. Seperti banyaknya bencana alam banjir atau panas ekstrim. Sehingga menyebabkan terkendalanya para pekerja melakukan pekerjaannya. Kemudian, dampak perubahan iklim juga menyebabkan berkurangnya pemasukan bisnis. Serta berkurangnya atau efisiensi para pekerja dan upah yang dikurangi. Begitu juga dengan industri pertambangan dengan ancaman-ancaman yang ada saat ini. Penutupan pertambangan yang tidak disediakan reskilling yang baru kepada buruh untuk mendapatkan pekerjaan baru.
Maka, kata Elly, kehadiran KSBSI mengkampanyekan dan membuat para masyarakat dan juga anggota terutama pekerja untuk menyadari akan pentingnya kita mempersiapkan diri tentang bahaya atau dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan transisi yang adil.
“KSBSI saat ini melakukan beberapa program di dalamnya untuk memperkenalkan isu ini dan juga membuat beberapa pasal dalam perjanjian kerja bersama (PKB) yang disepakati di dalam perusahaan,” beber Elly.
Hal itu memang tidak mudah. Karena memang belum ada undang-undang yang sudah merangkum perubahan iklim. Tapi menurut Elly, dengan adanya peran serikat buruh, kedepannya bisa memperjuangkan dalam beberapa pasal dalam Perjanjian Kerja Baru (PKB) di tingkat perusahaan.
Saya bersama KSBSI sudah aktif di isu ini sejak tahun 2018. Kami berharap pengusaha, pemerintah memiliki konsep yang jelas dalam menghadapi dampak perubahan iklim. KSBSI juga mempertanyakan anggaran yang digaung-gaungkan oleh pemerintah sebesar 20 juta dolar dari Amerika dan Jepang. Pasalnya, sampai hari ini belum diterima oleh pemerintah Indonesi. Sehingga tanpa menunggu peran atau menunggu bantuan dari pemerintah KSBSI tetap mengambil peran bahwa sebagai aktivis serikat buruh harus menyiapkan diri untuk melakukan hal-hal terbaik untuk mengantisipasi.
“Karena mungkin bukan kami yang akan menghadapi tapi anak-anak di masa depan, di negara kita sendiri,” tegasnya.
Presien KSBSI Juga menyoroti tentang terbitnya PP No.6 tahun 2025 tentang Manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Dimana, dalam peraturan tersebut mengatur , apabila seorang pekerja yang ter-PHK akan mendapatkan upah 60 % selama 6 bulan.
“KSBSI menyambut baik keputusan ini, karena memang berubah dari yang sebelumnya yang 3 bulan, denga upah 45% dan 25. Tapi kami belum tahu soal keberhasilannya, sebab peraturan ini belum dilaksanakan. Artinya memang di sinilah peran kami melihat dan memonitor apa sebenarnya yang akan terjadi nanti,” ungkap Elly.
Disamping itu, di luar soal JKP ini, adalah buruh dihadapkan dengan usia pensiun yang 59 tahun lalu ada yang kenaikan pajak. Ssaya sendiri bersaksi bahwa saya diundang 1 bulan yang lalu sebagai pembicara, itu langsung dipotong 15% padahal yang kita tahu 12% nya,” ungkapnya.
Kemudian soal UU Tapera, misalnya nanti ada undang-undang tapi tidak ada keinginan baik dari pemerintah untuk mengimplementasikan itu. Dan juga memberdayakan para pengawas ketenagakerjaan itu juga tidak akan menjadi bagus dan sekarang ini lagi banyak sekali PHK. Terutama di sektor manufaktur, masih berjuang untuk mendapatkan pesangon.
“Buruh telah memmberikan kontribusi terbesar untuk negara ini, adalah para pekerja dengan pajak-pajaknya ketika penyumbang terbesar ini juga menderita dan tidak ada kepastian hidup atau kepastian kerjanya, negara juga akan semakin nmelempem dan tidak maju, padahal Indonesia sudah masuk negara maju, mau masuk OECD mau masuk Bridge,” ucapnya.
Karena itu, KSBSI mendesak Presiden Presiden Subianto untuk memperhatikan kesejahteraan buruh. Termasuk masa depan pendidikan anak-anak buruh, kepastian kerja dan perlindungan jaminan sosial. Buruh juga menagih janji soal kepastian lapangan kerja dan upah yang layak yang sudah dijanjikan pemerintah.
“Kami belum melihat ada bukti jika sekarang ini pemerintah berhasil menurunkan angka pengangguran. jadi meminta harus bersikap serius untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran,” tandasnya. (AH)
Tinggalkan Balasan