Jakarta,sinarpagibaaru.com-Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) secara resmi merilis usulan formula penghitungan kenaikan upah minimum provinsi dan kabupaten kota tahun 2025. Usulan ini dikaji berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/202) atas uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Dalam kajiannya, KSBSI mengacu pada putusan MK yang menyebutkan, “Menyatakan frasa ‘indeks tertentu’ dalam pasal 88D ayat 2 dalam pasal 81 angka 28 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh’.
“Kita mengusulkan kepada pemerintah bahwa dalam penetapan upah itu kita harus tetap sepemahaman. Tidak bisa lagi menggunakan PP Nomor 51 tahun 2023 tentang Pengupahan. Oleh karena itu kita kembali ke undang undang (sambil menunggu aturan baru yang akan dibuat pemerintah),” kata Sekjen KSBSI Dedi Hardianto, beberapa waktu lalu saat konferensi pers usai melakukan kajian penghitungan Formula Upah 2025 bersama Kuasa Hukum KSBSI, Korwil KSBSI DKI Jakarta beserta federasi afiliasinya, diĀ Matraman, Jakarta Timur.
Ada 3 usulan yang dibuat KSBSI. usulan pertama dan mendesak adalah terkait dengan formula penghitungan upah yang akan menentukan besaran upah minimum tahun 2025, dua usulan lainnya akan masuk dalam Jangka Menengah dan Jangka Panjang.
Usulan Mendesak
Dedi mengungkapkan, pertama dalam skema penetapan upah, KSBSI tetap mengacu pada Pasal 88D, ada pertumbuhan ekonomi (PE), inflasi dan indeks tertentu dengan nilai 1 – 1,2% (bukan lagi 0,10 – 0,30). Indeks tertentu dengan nilai 1 – 1,2 merupakan hasil kajian dariĀ Dewan Pengupahan Nasional dan lembaga Kerjasama Tripartit Nasional dari unsur Buruh.
Sehinga Formula penghitungan upah tahun 2025 (DKI Jakarta) menjadi:
(PE) 4,84% + (Inflasi) 1,70% + 1,2 = 7,74%;
Artinya: Kenaikan upah Minimum Provinsi Tahun 2025, naik sebesar 7,74 persen. Untuk DKI Jakarta, kenaikan 7,74 persen adalah Rp 392.215,-
“Kita menggunakan undang undang yang ada (putusan MK) tapi dalam skema yang akumulatif, bukan perkalian. Jadi kita tetap menjalankan regulasi yang ada, bahwa kemudian ada perdebatan-perdebatan dari indeks tertentu, kita bisa mendiskusikan itu.” jelasnya.
Terkait dengan indeks tertentu dimana pemerintah masih mengusulkan adanya perubahan-perubahan, menurut Dedi, KSBSI juga ingin mengusulkan perubahan-perubahan itu.
“Kita ingin investasi tumbuh, namun kita ingin hak-hak buruh juga tidak dihilangkan. Kita ingin negara ini aman, tapi juga negara tidak boleh abai terhadap hak pekerja buruh, itu yang mendesak!” kata Dedi.
Kemudian yang kedua, terkait upah sektoral, Dedi mengatakan, kembali kepada putusan MK bahwa upah sektoral tetap harus dijalankan dengan skema yang seharusnya sudah diperbarui. Jika masih mengacu pada aturan sebelumnya, maka ketetapan kenaikan upah sektoral paling minim adalah 5 persen.
“Tentu dengan skema, kalau bicara undang undang terdahulu, paling minim adalah 5 persen. Kita ingin pemerintah menetapkan upah sektoral paling minim adalah 5 persen. Soal kemudian ada angka yang lebih tinggi, itu bisa disepakati antara serikat pekerja dan asosiasinya,” tandasnya. (AH/red)
Tinggalkan Balasan