JAKARTA, Sinarpagibaru.com – Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding menyebutkan setidaknya ada lebih dari lima juta pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang bekerja di luar negeri.
“Jadi, rata-rata (PMI terdaftar) yang berangkat lima juta lebih, dan yang tidak terdaftar lebih dari lima juta juga,” katanya, di Semarang, Sabtu (16/11).
Hal tersebut disampaikannya saat membuka diskusi publik bertajuk “Peluang dan Tantangan Bekerja ke Luar Negeri”, di Auditorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro Semarang.
Ia menyebutkan para PMI tersebar di 100 negara tujuan, seperti Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, Korea Selatan, dan Hong Kong.
Diakuinya, para pekerja migran yang tidak terdaftar alias ilegal tersebut memang menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Kementerian PPMI.
Sebab, kata dia, PMI ilegal tersebut rawan mengalami eksploitasi dan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Karena mereka berangkatnya tidak prosedural, ilegal. Negara tidak bisa menjamin nasib seseorang karena mereka tidak masuk SISKOP2MI,” katanya.
SISKOP2MI adalah Sistem Komputerisasi untuk Pelayanan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yakni sistem yang menyediakan layanan perlindungan bagi PMI.
Dampak dari ilegal berangkat ke luar negeri, kata dia, PMI tersebut tidak memiliki keterampilan kemampuan atau skill yang dibutuhkan untuk bekerja di negara tujuan.
“Karena (PMI) yang tidak terdaftar ini rata-rata lebih banyak yang loss skill. Jadi, di sana (negara tujuan) rentan terhadap eksploitasi,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, Kementerian PPMI akan memperkuat kemampuan PMI, terutama terkait kompetensi yang dibutuhkan di negara tujuan.
“Kami harus menyiapkan pekerja yang betul-betul punya skill. Nanti ada sertifikasi untuk pekerjanya. Ada pelatihan, minimal pernah ikut safety based training,” katanya.
Selain itu, Karding mengingatkan bahwa PMI yang akan berangkat ke luar negeri juga harus memiliki kemampuan berbahasa asing yang baik.