JAKARTA, Sinarpagibaru.com – Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) bersikap tegas terkait proses akusisisi PT. Bank Commonwealth oleh PT. Bank OCBC NISP. Dimana resmi mengakuisisi 99% saham dan unit usaha dari Commonwealth Bank of Australia (CBA) di Indonesia. Yakni, PT Bank Commonwealth dengan nilai transaksi mencapai Rp2,2 triliun. Dikabarkan, prosesnya akan berlangsung sampai kwartal IV pada 2024. Dibalik kebijakan ini berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 1146 pekerja PT. Bank Commonwealth. Kebijakan PHK ini langsung ditolak keras Serikat Karyawan Bank Commonwealth afiliasi OPSI. Pasalnya, kebijakan PHK diberitahukan mendadak, tidak ada pemberitahuan sosialisasi.
Dalam konferensi pers yang disampaikan Saepul Tavip Presiden OPSI dan Timboel Siregar Sekretaris Jenderal (Sekjen) OPSI menyampaikan, dari proses akuisisi sampai kebijakan PHK, pihak perusahaan tidak transparan. Termasuk tidak ada melibatkan Serikat Karyawan Bank Commonwealth untuk berdialog.
“Pada November 2023, secara mendadak, seluruh pekerja PT. Bank Commonwealth akan di PHK dengan alasan akuisisi ke PT. Bank OCBC NISP. Tentu saja, kebijakan tersebut ditolak. Karena tidak ada kejelasan dan penjelasan mengenai kelangsungan kerja dan masa depan pekerja,” ucap Saepul di kawasan TIS Square, Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2024).
Saepul juga mengatakan pihak manajemen PT. Bank Commonwealth, sebelumnya menyatakan kebijakan PHK tersebut, akan ditawarkan nilai kompensasi. Berupa uang pesangon, penghargaan masa kerja, pengantian hak, uang pisah dan kebijakan tambahan untuk masa kerja tertentu. Namun dalam perkembangannya, kebijakan dari manajemen Bank Commonwealth justru tidak konsisten dengan ucapannya.
“Ternyata pihak manajemen PT. Bank Commonwealth merubah kebijakannya dengan menetapkan bahwa DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) yang sesungguhnya sudah menjadi hak karyawan sejak lama, sebelum akuisisi. Dan akan diperhitungkan sebagai bagian dari pembayaran uang pesangon,” ungkapnya.
Menurutnya, ketentuan tentang DPLK sebagai bagian dari uang pesangon tersebut baru lahir melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja danWaktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja yang tentu saja tidak berlaku surut. Lagi pula, kata Saepul, dari kepanjangannya saja, DPLK adalah uang pensiun, bukan uang pesangon.
“Jadi tidak bisa dicampuradukkan dengan uang pesangon. Mencampuradukkan DPLK dengan uang pesangon jelas-jelas sangat merugikankan hak pekerja,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Timboel Siregar, dia menegaskan kalau dana DPLK ingin dijadikan bagian dari pembayaran uang pesangon, maka penghitungannya harus dimulai dari tahun 2021. Atau sejak terbitnya PP No.35/2021).
“Itupun tidak termasuk dana pengembanganya, karena berdasarkan PeraturanPemerintah No.35 tahun 2021, hanya iuran yang diperhitungkan, tidak termasuk danahasil pengembangannya,” ujarnya.
Termasuk soal besaran upah karyawan, sebagai dasar dalam penghitungan uang pesangon dan hak lainnya, yang tidak memasukkan komponen tunjangan tetap adalah bertentangan dengan ketentuan hukum berlaku. Oleh karena itu, OPSI menyampaikan pernyataan sikap:
1.Mendesak kepada Manajemen PT. Bank Commonwealth untuk memisahkan DPLK(sebagai uang pensiun yang sudah menjadi hak karyawan sejak sebelum terjadiakuisisi) dari perhitungan paket pesangon dan hak-hak lainnya, setidak-tidaknya dari tahun 2021 ke belakang (sebelum berlaku PP No. 35 tahun 2021).
2.Dalam hal DPLK diperhitungkan sebagai bagian dari uang pesangon (dihitung sejakberlakunya PP No. 35 tahun 2021), maka hanya akumulasi besaran iurannya saja yang diperhitungkan sesuai (sebagaimana ketentuan Pasal 58 PP.35/2021). Tidak termasuk dana hasil pengembangannya.
3.Upah yang menjadi dasar perhitungan uang pesangon dan lain-lain, harus meliputikomponen tunjangan tetap, sesuai ketentuan Pasal 54 Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021.
4.Mendesak kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan), untuk tidak begitu saja memberikanijin dan kemudahan dalam proses akusisi ini selama permasalahan ketenagakerjaan diatas belum ada titik temu/solusi. Terlebih jika kemudian permasalahan diatas menjadi kasus hukum di Pengadilan Hubungan Industrial.
5.Selama permasalahan ketenagakerjaan di atas belum ada titik temu/solusi, makasegala bentuk PHK secara sepihak harus dicegah Karyawan harus tetap bekerja dandipekerjakan seperti biasa serta upah dan hak-hak lainnya harus tetap dibayarkansebagaimana mestinya.
6.Mendesak kepada Kementerian Ketenagakerjaan RI c/q. Direktorat JenderalPengawasan untuk melakukan pemantauan dan pengawasan guna memastikan tidakadanya pelanggaran terhadap hak-hak hukum pekerja di Bank tersebut.
7.Mendesak kepada PT. Bank OCBC NISP untuk mensyaratkan adanya penyelesaianyang tuntas atas permasalahan di atas sebelum benar-benar melakukan akuisisiterhadap PT. Bank Commonwealth.
Sejauh ini, pihak Dewan Eksekutif Nasional OPSI sudah sudah melakukan upaya dialog dengan manajemen PT. Bank Commonwealth. Bahkan sudah menyurati Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI). Namun dialog dengan pihak perusahan juga belum ada solusinya, karena mempertahankan prinsipnya.
“Kalau pihak manajemen PT. Bank Commonwealth tidak menggubris tuntutan OPSI, maka kami akan melakukan langkah-langkah hukum untuk memperjuangkan hak pekerja,” ucap Saepul. (AH)