Siap Siaga! Bulan September Diprediksi Puncak Kerawanan Karthula

Bulan September Diprediksi siap siaga puncak rawan Karthula di Indonesia. (Foto: Humas KLHK)

JAKARTA, Sinarpagibaru.com – Berdasarkan analisis prakiraan musim kemarau, sebagian besar wilayah di Indonesia telah memasuki musim kemarau. Puncak musim kemarau sendiri diprediksi terjadi pada bulan Agustus – September, sehingga perlu diwaspadai terjadinya karhutla

“Bulan September ini, cuaca untuk wilayah Indonesia masih sangat panas. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab munculnya karhutla. Tentu ini menjadi peringatan kita bersama untuk waspada dan siap siaga akan kejadian karhutla,” kata Tenaga Ahli Menteri LHK Bidang Manajemen Landscape Fire, Raffles B Panjaitan.

Dirinya menegaskan upaya mitigasi kebakaran hutan sudah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Beberapa upaya yang dilaksanakan antara lain memetakan wilayah rawan kebakaran untuk ditangani; pengelolaan kawasan hutan dengan membuat ilaran, sekat bakar, sekat kanal; pengembangan hutan kemasyarakatan; pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan; serta pelatihan penanggulangan bencana bagi masyarakat dan pengembangan inovasi pengendalian karhutla kebakaran hutan.

“Upaya yang dilakukan tersebut sangat mengurangi potensi kerawanan karhutla dengan kondisi cuaca karena dampak elnino seperti tahun 2015 dan 2019. Selain itu, upaya ini juga harus dilakukan bersama-sama oleh semua pihak, termasuk pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat luas, untuk mengurangi risiko dan dampak dari karhutla,” ujar Raffles.

Jika dibandingkan dengan Tahun 2022 (Januari s.d. Agustus) luas karhutla di Indonesia mengalami kenaikan seluas 128.426,47 ha. Namun, wilayah konvensional rawan karhutla seperti Riau mengalami penurunan 1.592 ha, Sumut mengalami penurunan 4.535 ha, dan Jambi mengalami penurunan seluas 445 ha.

Selain itu, karhutla pada tahun ini terjadi di Kawasan Hutan (wilayah kelola KLHK) seluas 135.115,68 Ha (± 50,4%) dan Areal Penggunaan Lain (APL) atau wilayah non kelola KLHK seluas 132.819,91 Ha (± 49,6%) dari total luas karhutla di Indonesia.

Baca Juga :  Gelar Rakornis Regional Sumatera, KLHK Perkuat Kolaborasi Aksi Iklim

Provinsi dengan luas karhutla tertinggi meliputi Kalbar, NTT, NTB, Kalimantan Selatan, Papua Selatan, dan Jawa Timur. Karhutla di Kalimantan Barat terjadi pada kawasan hutan seluas 1.438,69 Ha yang mayoritas berada pada hutan lahan kering sekunder. Sedangkan area non hutan seluas 52.964,12 ha berada di area pertanian lahan kering/campur, perkebunan, belukar, dll.

Karhutla di Kalimantan Selatan seluas 24.588,89 ha dengan karhutla mayoritas berada pada areal non hutan seluas 24.456,53 ha yang mayoritas berada di wilayah belukar, sawah, perkebunan, pertanian lahan kering, dll.

Karhutla di Nusa Tenggara Barat seluas 26,453,82 ha mayoritas terjadi di areal non hutan seluas 26.142,12 yang didominasi pertanian lahan kering, belukar, sawah, dll.

Karhutla di Nusa Tenggara Timur seluas 50.396,79 ha mayoritas terjadi pada non hutan seluas 48.166,20 ha yang banyak terjadi pada lahan belukar, pertanian lahan kering campur, pertanian lahan kering, dll.

Karhutla di Papua Selatan seluas 22.121,31 ha mayoritas terjadi pada lahan non hutan seluas 21.813,59 ha yang mayortas terjadi pada belukar, rawa, tanah terbuka, dll.

Karhutla di Jawa Timur seluas 18.780,94 ha mayoritas terjadi pada area hutan seluas 18.780 ha yang banyak terjadi pada hutan lahan kering sekunder dan area non hutan seluas 5.867,04 ha yang banyak terjadi pada lahan sawah, pertanian lahan kering, belukar, dan lain-lain.

Baca Juga :  BTNGHS, Kemitraan Konservasi dan 15 KTH Kerja Sama dalam Pemulihan Ekosistem

Luas karhutla di areal tidak berhutan, didominasi terjadi pada areal yang bervegetasi (± 93,1%), dimana Savanna/Padang Rumput memiliki luasan tertinggi 74 ribu ha (± 28%). Penutupan lahan “belukar” merupakan total dari kelas penutupan lahan belukar, belukar rawa dan savanna/padang rumput.

Oleh karena itu, diimbau untuk masyarakat pada kondisi ini salah satunya yaitu untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar khususnya pada areal penutupan lahan belukar, karena dampaknya akan sangat merugikan. Raffles juga menyampaikan bahwa untuk mendukung keberhasilan pengendalian karhutla, diperlukan kerja keras bersama melalui sinergisitas pencegahan dan penanggulangan karhutla, dengan partisifasi aktif seluruh lapisan masyarakat.

“Terimakasih banyak kepada mereka yang telah berjuang, bekerja keras, dan bekerja ikhlas selama ini. Apresiasi yang tinggi juga saya sampaikan kepada Manggala Agni, BNPB, TNI, POLRI, BMKG, BRIN, Pemda dan semua pihak yang terlibat aktif dalam pengendalian karhutla di Indonesia,” ungkap Raffles. (Gtg)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *